Tapa SabaMaiya

Maiyah adalah jawaban dari beberapa pertanyaan yang sejak jiwa ini bergejolak dengan kata Mahabbah atau “Cinta”.

Meski belum juga puas akan setiap pertanyaan yang muncul dalam pikiran seperti layaknya seorang anak kecil yang selalu diwarnai dengan rasa ingin tahu.

Empat tahun yang lalu, setiap tanggal sepuluh malam sebelas saya mengikuti imam saya untuk sewelasan di Warung Esem.., wanita sendiri..
Hanya untuk mengikutinya, karena saya takut di rumah sendiri. Dan lebih banyak meremnya, karena dopokan mereka akan berakhir hingga menjelang pagi…

Dalam menjelang lelap itu, suara-suara diskusi mereka seperti hipnosleep yg merasuk langsung ke dalam pikiran bawah sadar saya…, sunyi yang mengajarkanku arti kebersamaan, melingkar-bersaudara..

Sesekali aku ajak keponakan atau temanku yang sama-sama bergender perempuan , mereka akan bilang bosan karena Kafilah Safaat masih sepi dari hiburan, diskusi kadang menarik kadang membosankan..

Seperti sebuah revolusi saat Mbah Nun berkenan memberi nama dopokan kami dengan nama SabaMaiya, berkah barangkali..persaudaraan kami semakin besar, lingkarannya semakin melebar…yang semoga arti dari persaudaraan ini juga semakin mengakar.

Mahabbah atau “Cinta” dari Mbah Nun itu seharusnya bisa dinikmati oleh mereka yang tidak bisa berdiskusi di meja kampus, atau tidak bisa ngabsahi Kitab Kuning di sebuah ruang bersama Sang Kiai. Garis Tuhan menyatukan saya dengan anak-anak yang haus kasih sayang orang tua, anak-anak yang dipandang sebelah mata karena tato yang menempel di tubuh mereka atau rambut yang penuh dengan warna atau bau mulut naga yang ada pada mereka, namun dibalik itu semua mereka memiliki kreativitas yang bisa menghibur dan membahagiakan orang lain. Saya ungkapkan kebanggaan saya pada kalian, yang pernah menjadi keluarga besar Sanggar Jagat Kahyangan, atas kesetiaan kalian selama dua tahun membersamai SabaMaiya, memberi warna SabaMaiya, menghilangkan kantuk disela-sela diskusinya…

Meski kini mereka telah ambyar pada dunianya masing-masing, yang saya percaya mereka sedang mencari jati diri, hingga mereka tau alasan untuk apa mereka hidup. Cintaku tak berubah..meski semua telah berubah… Mbah Nun mengajarkan semua itu..

Cahaya Maiyah, cahaya dari Rabb dan Rosulnya itu semoga selalu meliputimu..hingga lingkar Maiyah ini menjadi kerinduan akan kebersamaan..

Garis takdir Tuhan juga Milad SabaMaiya ke-4 kali ini seolah alam mengajarkan untuk me-nye-pi, me-ne-pi…

Menepi dari hingar-bingar dunia, menepi dari berbagai warna, menjadi hanya satu warna.. putih.. Dan guru alam kali ini adalah sebuah virus milenial, generasi 4.0 yang mudah menyebar tidak hanya lewat bersin dan batuk saja, namun media sosial yang perannya lebih menakutkan dari virus itu sendiri. Status lockdown membuat kita menyepi..menepi..

Lockdown ini seperti laku tirakat orang Jawa “Mutih”, membuang semua racun yang ada dalam hati, pikiran, dan raga kita..agar kuat menangkal virus Mamarika dan Papanaga yang menggelikan sekaligus memuakkan itu..

Kita rindu melingkar bersama, kita rindu gendu rasa bersama, kita rindu SabaMaiya dengan kopi dan dopokannya..

Dan yang sudah pakai mik tapi masih brengengeng semoga lockdown ini bisa sebagai wahana untuk belajar di rumah, agar mata yang ngantuk menjadi gumrigah saat mikrofon itu dipasang kembali pada panggung SabaMaiya kedepan..

Sugeng Milad SabaMaiya..

3 April 2020

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.